Bebas. Kata itu yang sering muncul di banyak benak manusia-manusia yang haus akan jati diri, akan hidup yang menurut mereka akan menjadi kebahagiaan yang bisa menghancurkan semua beban yang mereka panggul selama hidup mereka. Hidup terasa sangat biasa bila tidak ada variasinya dengan berbagai kewajiban yang harus kita penuhi setiap detiknya. Mungkin itu sebabnya ada hak yang diciptakan Yang Kuasa untuk menentukan berbagai pilihan yang ada di dunia ini, yang ada di hidup ini. Kita harus memilih kebutuhan yang penting atau tidak di saat keuangan kita tidak tertolong lagi. Ada pula kita harus memilih apakah lebih baik ikut kuliah atau absen untuk bersenang-senang melepaskan penat di saat yang bersamaan. Kita tidak pernah tahu bagaimana rasanya ada di dalam semua pilihan, Tuhan dengan bijak hanya memilihkan satu pilihan yang terbaik untuk hidup kita. Semua pilihan sebenarnya baik dimataNya, hanya saja umatnya yang memilih dengan pandangan dan caranya yang berbeda-beda. Kadang kita merasa bahwa pilihan itu sudah tepat, pilihan itu sudah akan membebaskan kita dari semua bentuk kekangan, tetapi nyatanya tidak. Siapa yang bilang menjadi bebas itu enak? Sebebas-bebasnya hidup tentunya ada tanggung jawab yang menyertainya. Begitupun dengan pilihan, kita tidak sembarangan memilih karena akan ada resiko yang timbul dari pilihan-pilihan yang kita ambil. Bagaimana dengan halnya “bebas memilih”?
Aku sendiri merasa, sudah saatnya aku bebas dari semua himpitan dan tuntutan hidup, tapi hidup tidak menginginkan aku untuk bebas seperti pikiranku yang menciptakannya. Hidup ingin semua yang dia inginkan harus aku turuti, jika tidak hidup itu akan murka kepadaku. Lalu aku bertanya apa yang salah jika aku bebas? Mereka bilang, bebas itu terlalu berbahaya untuk aku kecap. Aku tanya, bagaimana kalau aku saja yang pilih untuk hidupku sendiri, agar aku senang? Mereka bilang, jika begitu pemikiranmu maka kamu adalah seorang yang egois, sebaiknya kamu turut saja apa pola kami atau kamu pergi dari hidup ini. Bisa dibayangkan oleh kalian, betapa hidup mengecilkan harapan kita di saat kita tahu ada yang lebih benar daripada yang kita yakini sebelumnya. Mungkin ini tantangan pada saat Galileo Galilei membuat pernyataan bahwa Bumi yang berputar mengelilingi Matahari, bukan Matahari yang mengelilingi Bumi. Awalnya berbagai tentangan bahakan cibiran banyak yang ditujukan padanya. Dan sekarang? Pernyataan tersebut dipercayai kebenarannya hingga sekarang. Apakah kita tidak bisa melakukan hal yang serupa untuk hidup kita? Ada yang beruntung hidupnya bisa menerima setiap perubahan di setiap detiknya agar hidup mereka dipenuhi kebenaran yang datang bergantian memberikan informasi untuk mereka supaya tidak tersesat, ada pula yang sampai saat ini hidupnya tidak pernah mau menerima informasi yang terbaru, bahkan mereka terkesan menutup diri dari serangan informasi yang bertubi-tubi datang memaksa agar semua orang tau – tapi tetap saja, local jenius disini yang memenangkan perang dengan serangan tersebut. Mungkin aku termasuk yang masih terperangkap local genius dari hidupku. Hidupku yang memaksa. Sungguh tidak menyenangkan memiliki hidup seperti ini terus. Aku butuh penyegaran jasmani dan rohani saat ini, jika ini masih terus berlanjut sampai aku terlambat menyadarinya. Sesalkah aku nantinya bila hanya begini keadaannya? Sampai detik ini saat aku menulis pun, masih banyak pertanyaan yang membuatku masih terombang ambing pikirannya, masih terlalu heran mengapa hanya hal ini yang dipusingkan oleh hidupku. Aku tak tahu apa motif dari hidupku, sehingga mereka masih bersikukuh agar aku tidak macam-macam, tidak mengecap hidup baru, dan lain sebagainya. Kau tahu, lelah rasanya aku menghadapi hidupku sendiri. Padahal orang lain memandang hidupku ini biasa saja, malah beruntung katanya. Hah. Bisa-bisanya mereka menilai seperti itu tentang hidupku, padahal di balik hidupku masih ada lubang besar yang memisahkanku dengan hidup itu. Aku bahkan tidak dekat, tidak akrab dengan hidupku sendiri. Mengetahui hidupku masih hidup di hidupku saja aku tak tahu, apalagi menjaganya agar tetap hidup? Confused, eh?
Banyak orang yang mengalami seperti aku ini. Mungkin aku salah satunya yang memberontak dari perangkap hidup. Semakin perangkap itu mengecilkan ruangannya, semakin kuat aku untuk memberontak. Sekarang aku hanya bisa merenungi hidupku yang begitu kuno, yang begitu protektif terhadapku, padahal aku kan yang seharusnya memegang kendali hidupku ini. Sekarang aku bebas menulis ini, tetapi aku tak akan tahu berapa banyak yang menyadari maksud tulisanku ini. Aku masih takut menuangkan semua masalah hidupku, karena jika kau jadi aku, kau akan sadar bahwa kebebasan di dunia tidak akan pernah sempurna, hanya kebebasan hakiki sajalah akan kau alami suatu saat nanti, entah kapan pastinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar