11/29/2010

Ada Yang Tertinggal di Kotaku

Bogor, 23 Desember 2008
Pagi yang dingin ini memaksaku untuk segera sadar bahwa sebentar lagi bus akan segera tiba di tempat ini. Aku mengikuti acara sekolah dalam rangka study tour ke Banten. Sebenarnya aku senang, tetapi setiap acara seperti ini aku selalu malu pada diriku sendiri. Bayangkan, jika aku sedikit repot membawa perlengkapan maka aku akan terlihat sebagai anak yang “culun” karena terlihat berlebihan dan tidak tahu sikon. Tetapi kalau aku santai, seperti sekarang ini aku tidak membawa baju ganti, aku salah besar menganggap tidak akan menghadapi hal-hal konyol yang dilakukan teman-temanku. Aduh, mau mati rasanya. Untungnya aku tidak terlalu bosan, karena teman-temanku itu seru sekali orang-orangnya. Ditambah lagi dengan Angga, dia teman satu ekskul denganku, tetapi aku hanya mengetahui beberapa hal tentang dia. Dia aktif, suka bermain band, hobi nyanyi, dan digandrungi wanita-wanita kelihatannya. Aku heran sekali, padahal kataku dia biasa-biasa saja dengan rambut ikal dan kulit hitamnya itu. Aku menganggap dia hanya menang tinggi badan, karena perempuan suka laki-laki yang tinggi. Selain itu, katanya dia juga pintar di kelas. Sudahlah, kembali ke topik, hahaha. Aku berbeda bus dengannya, tapi anehnya dia suka sekali iseng-iseng mengirim pesan, sampai akhirnya kami mengobrol panjang sekali sepanjang perjalanan rombongan kami menuju Banten. Untungnya aku tidak mabuk perjalanan. Setelah melewati study tour yang ‘serius’, tiba saatnya kami bersenang-senang di pantai. Semua kawan-kawanku bermain air, sementara aku dan Indri lebih memilih duduk di dekat pohon. Tak lama kemudian aku dipanggil menuju tepi pantai, aku dipaksa oleh Eki dan Putri untuk main air. Awalnya aku hanya berdiri merendam kaki, tetapi sesuatu yang ‘jahat’ menyerangku. Tubuhku didorong menuju pantai dan byuuuuuuurrrr!!!! Basah kuyuplah aku jadinya. Sial, aku mengumpat, aku tidak bawa baju ganti, Ya Tuhan. Kekesalanku langsung berakhir karena sudah kepalang basah, ya sudah aku lanjutkan saja bermain di pantai. Sementara di kejauhan sana, diam-diam Angga mengawasi aku dengan lekat…
Setelah itu kami pulang setelah makan malam, hingga tiba di Bogor pada tengah malam menjelang subuh, astaga, padahal besok aku harus terbang ke Bali. Betapa capeknya aku, huuuuhhh…
Bali, 24 Desember 2008
Akhirnya, aku menginjakkan kaki di tempat yang digandrungi oleh wisatawan untuk berlibur. Bagiku, ini bukan liburan yang sesungguhnya. Bukannya apa, tetapi setiap aku datang ke tempat ini rasanya semua keinginanku tak pernah terbayar. Haus rasanya bermain dengan pasir menari-nari bebas di sela jemari kaki, menghabiskan kekayaan hanya dengan membeli buah tangan yang sebenarnya di rumahku pun bisa aku dapatkan. Rasanya berbeda. Lagi-lagi aku harus menikmati liburan yang tidak menyenangkan disini. Kami sekeluarga harus mengikuti acara ngaben massal, karena nenekku yang sudah meninggal belum diupacarai ngaben. Ah, kapankah aku menikmati liburan ini sendirian dengan sesuka hati?
Terik sang Surya rupanya mulai membakar kulitku ini. Sekujur tubuh menjadi merah, benar-benar terbakar. Sepertinya losionku tidak mempan disini. Segera, setiap hari dari rumah Kelodan kami berangkat ke rumah Kajanan. Sesampainya disana aku hanya bermain dan mengobrol dengan saudara-saudaraku. Pekerjaan aku pun hanya satu : makan. Keluarga di Bali rata-rata sering sekali mengadakan acara makan-makan, walaupun acara itu sedang dalam suasana dukacita. Hampir tiap jam aku ditawari makan oleh tanteku, bisa-bisa aku menjadi korban kegemukan disini. Aaaaahhhh…tidaaakkk!!!
Bosan rasanya seperti itu selama berada disini. Lebih baik aku masih ikut study tour ke Banten sehari yang lalu, lebih menyenangkan meskipun sesudahnya kami harus mengumpulkan laporan dari perjalanan tour tersebut. Ah, rupanya aku kurang istirahat, sepulang dari Banten subuh-subuh sekali aku pergi ke bandara, pakai acara ditunda dulu 1 jam! Betapa bosannya…padahal aku baru beberapa jam ada di Bali, tapi aku ingin cepat-cepat pulang ke Bogor lagi.
Triiiiiingg!!! Ada pesan masuk dari Angga. Aku senang sekali, yah setidaknya tidak terlalu membosankan dibandingkan harus mendengar orang-orang berceloteh dalam bahasa Bali, serius, aku tidak mengerti sama sekali lho. Sesegera mungkin aku membuka ponselku untuk membaca pesannya dan membalas dengan sangat cepat. Hatiku senang sekali, setidaknya setelah study tour kemarin, hawanya masih terbawa serunya sampai kesini, apalagi Angga baik sekali mau menanyakan kabar aku di Bali. Kami bergantian mengirim dan membalas pesan hingga tengah malam. Rasanya semangatku jadi bangkit lagi, jujur saja, aku senang dia mengirim pesan karena aku kagum sekali sama dia, meskipun kelakuannya konyol dan suka buat aku kesal. Dia senang cari-cari perhatian, aku rasa. Tapi ada yang berbeda dari dirinya sehingga membuatku ingin selalu membalas pesan-pesannya.



to be continued..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar